Kali ini aku benar-benar tak mengerti dengan perasaanku sendiri. Aku seperti berubah menjadi sosok yang bahkan aku sendiri tak mengenalnya.
Aku tau aku ini hanya kau anggap apa. Bukan kekasih, bukan orang yang istimewa. Kadang aku bertanya kepada diriku sendiri. Aku ini siapamu dan kau siapaku? Mengapa harus sesakit ini jika ternyata perasaanku padamu lebih dari ‘suka’.
Diriku pun tak mengerti mengapa harus serumit ini, andai perasaanku dulu tak aku teruskan, andai kau tak pernah merespon segala perasaanku, andai andai dan andai semua tak pernah terjadi dan mungkin lebih baik tak mengenalmu. Tapi bukankah saat bersamamu, aku temukan yang dulu tidak aku temukan. Aku melihat yang tadinya tak pernah ku perhatikan. Ini menjadi dilema, bukan?
Jelaskan padaku perasaan macam apa yang aku rasa ini? Ingin menjadi yang pertama saat mengucap selamat ulang tahun untukmu? Selalu ingin menjadi yang kau sapa setiap hari? Selalu ingin menjadi orang yang kau hubungi setiap hari saat akan tidur hingga terbangun lagi?
Tidak..aku tidak pernah memaksa kehendakku jika kau memang tak menghendakinya, aku ingin semua berjalan secara natural tanpa paksaan dan tanpa perasaan iba darimu.
Yang harus kau tahu, doaku untukmu selalu mengalir di setiap percakapanku dengan Tuhan. Aku selalu menunggumu, bahkan aku juga menunggumu menyesal telah mengabaikanku selama ini. Mungkin memang hanya keajaiban yang mampu membuka mata dan hatimu yang sudah beku itu. Atau ada yang salah dari aku hingga kau tak pernah memberiku sedikitpun celah untuk memasuki salah satu ruangan di hatimu. Ya, salah satu ruangan karena aku tau di hatimu bukan hanya 1 ruangan saja untuk orang yang kau anggap istimewa. Tapi aku tetap selalu ingin di antara empat bilik di jantungmu, aku berharap kamu membiarkan salah satunya menjadi ruang kerjaku.
Sekali lagi aku tanya, perasaan macam apa ini? Aku yang dulu hanya berkoar-koar sekedar suka padamu tapi sekarang perasaan itu sudah tumbuh lebih besar dan kau sendiri yang membuatnya seperti ini. Lalu apa? Kau tak pernah mau tau akan ini? Tak inginkah kau bertanggungjawab sedikit saja?
Haruskah kita bertahan hanya pada status teman? Harus sampai kapan kau melukaiku lebih dalam lagi jika saat aku menyerah sekalipun tak pernah kau dengar dan kau lihat? Tak melihatkah kau atas perjuanganku selama ini terhadapmu? Atau kau menganggapnya tak serius dan masih kurang? Aku tak layak bagimu? Lalu seperti apa yang layak bagimu? Yang tak setia? Yang tak tulus? Yang tak pernah mendoakanmu? Apa? Tolong dan ku mohon jelaskan padaku.
Apapun aku lakukan, apapun ku turuti dan untuk siapa lagi jika itu bukan untukmu. Aku tak tahu apa yang kau lakukan saat tak berada di dekatku dan malah bersama kawan-kawanmu, mungkin kau menertawakanku dan menjadikanku bahan leluconmu saat bersama mereka ,tanpa aku tahu mungkin kau menganggapku bodoh, terlalu rapuh dan ringkih hatinya. Asal kau tahu, yang kamu tertawakan itu perasaanku. Yang kamu anggap remeh itu perjuanganku. Yang kamu patahkan itu hatiku. Tidak lain dan tidak bukan kau berusaha membunuh sendiri perasaanku terhadapmu yang mungkin tak pernah kau inginkan ini. Tak apa, aku sudah terbiasa sakit olehmu, aku sudah terbiasa menikmati pedih ini. Entah sampai kapan aku mampu bertahan.
Aku berharap bahwa kamu yang selalu berkata tidak mencintaiku dan tidak pedulikanku adalah kamu yang suatu saat nanti menyesal karena telah menyia-nyiakan aku. Dulu aku pernah berjanji, aku ingin menunggumu untuk selamanya. Tapi ternyata, selamanya itu terlalu lama dan tidaklah mudah. Nampaknya aku sudah kelelahan, namun senyummu selalu membuatku kuat dan mengabaikan sakit dan pedihku atas perbuatanmu selama ini. Pengabaianmu bagaikan cambuk yang menampar hatiku, pengabaianmu menusuk hingga ke relung jantungku, pengabaianmu bahkan pernah membuat hatiku mati suri karenamu. Bagaimana tidak, hatiku pernah mati dan kau hidupkan lagi oleh senyum, tawa dan segala perhatian yang kau berikan.
Aku masih ingat awal bertemu denganmu, awal aku menyukaimu, awal pertama kita bertemu berdua, awal kau membuat aku jatuh hati padamu, awal kita bertemu di suatu tempat tanpa disengaja. Dan pada akhirnya, aku juga ingat saat awal kau merubah dan membuatku yakin bahwa perasaan suka ini telah kau rubah menjadi perasaan yang begitu suci. Hey, mengertilah kau jika Tuhan itu tidak mengenal kata kebetulan. Tuhan hanya menciptakan kata takdir bagi umatnya.
Hingga kini aku masih belajar bagaimana agar bisa memasuki hatimu dan kau membuka pintu hatimu untukku. Atau aku harus mengganti strategi lain dengan belajar menemukan kunci untuk membuka pintu itu? Hingga kini aku masih belum merampungkan tugasku untuk menganalisa hati dan sikapmu yang tak menentu dan cenderung plin plan itu. Siapapun kamu,mengertilah bahwa aku akan selalu mencintai kamu dalam diam. Dan akankah kita yang sekarang, yang hanya mampu berpeluk dalam doa, suatu saat juga bisa berpeluk dalam dunia nyata? Seharusnya, bisa. Tapi jika aku mau berusaha tentunya.
Sekarang begini saja, ku ingatkan padamu.
Aku memperhatikanmu dalam diam.
Mengagumimu dengan sembunyi-sembunyi.
Mencintaimu dalam bungkam.
Tersakiti dalam sepi.
Itu semua ku lakukan karena ku rasa aku tak pantas untukmu.
Tak apa jika kau mengatakan bahwa aku ini pecundang, ya..memang aku pecundang yang lebih memilih menangis daripada mengungkapkannya. Tapi kalau pun aku ungkapkan rasa ini padamu sepertinya kau belum tentu dapat mengerti perasaanku. Dan kau tak akan pernah mengerti sedalam apa rasa yang kau buat atas ulahmu ini. Tak apa sayang, begini saja sudah sangat cukup membuatku bahagia walau dalam tangis dan kesakitan.
Jika kau tak ingin menyakitiku bagaimana mungkin kau melakukan ini padaku, lalu untuk apa perhatian dan harapan itu kau berikan padaku jika pada akhirnya aku tetap sakit? Kau memang jahat? Atau kau hanya ingin mengujiku hingga batas waktu yang tak pernah aku mengerti? Hanya kau yang tahu…
#Makassar,2Desember2015
0 komentar:
Posting Komentar